BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada era
globalisasi sekarang ini, keberadan hak kekayaan intelektual khususnya Hak
Cipta merupakan hal yang mendasari pengambilan kebijakan dalam dunia
perdagangan. Bermula dari dicapainya kesepakatan GATT (General Agreement of
Tariff and Trade) dan setelah
konferensi Marakesh pada bula April 1994, disepakati pula kerangka GATT diganti
dengan sistim perdagangan duniayang dikenal dengan WTO (World Trade
Organization)[1].
Indonesia sebagai salah satu negara yang turut menandatangani kesepakatan itu,
telah meratifikasi pengesahan persetujuan pembentukan organisasi perdagangan
dunia WTO melaluiUndang nomor 7 tahun 1994 yang didalamnya terkandung
kesepakatan TRIPs (Trade Related aspect of Intelectual property rights)
sebagai salah satu dari final act embodying the Urugay Rounds of
Multilateral Trade Negotiation.
Sebagai
konsekwensi atas diratifikasinya pengesaha persetujuan pembentukan
organisasi organisasi perdagangan dunia (WTO) maka indonesia harus menyesuaikan
pengaturan mengenai Hak Kekayaan Inteklual agar sesuai dengan Standar TRIPs, termasuk dalam pengaturan Hak
Cipta di Indonesia[2]. Sejarah Hak Cipta dalam
sistim Hukum nasional kita sebenarnya secara historis sudah berumurlama sejak
tahun 1912 dengn nama Auteurswet 1912 yang keluarkan oleh pemerintah
kolonial Belanda.Karena Indonesia adalah negara jajahan Belanda, yangpada waktu
itu bernama Netherlands East-Indies maka Indonesia juga tercatat sebagai
anggota BerneConvention pada tahun 1914. Pada Zaman pendudukan Jepang
pada tahun 1941 – 1945 semua peraturan perundang-undangan dibidang Hak Cipta
tersebut tetap berlaku. Pada Saat Indonesia merdeka dengan berdasarketentuan
peralihan UUD 1945[3] maka Undang-undang Hak
Cipta peninggalanBelanda tersebut tetap berlaku selama tidak bertentangan
dengan UUD 45, Kemudian pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU no
6 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Revisi dilakukan kemudian dengan Undang-undang
no 12 tahun 1997. Dengan berbagai latar belakang
diantaranya untuk menyesuaikan dengan ketentuan dalam TRIPs[4],
pemerintah pada tahun 2002 mengesahkan Undang-undang no 19 tahun 2002 tentang
Hak Cipta yang menggantikan seluruh Undang-undang Hak Cipta yang ada
sebelumnya. Indonesia juga telah meratifikasi 3 konvensi internasional dibidang
Hak Cipta yaitu : BerneConvention (Keppres No 18 tahun 1997), WIPO
Copyright Trety (Keppres no 19
tahun 1997), WIPO
Performances and Phonograms Trety (Keppres no 74 tahun 2004).
Dari sudut
pandang Hak Kekayaan Intelektual[5]
pertumbuhan peraturan dibidang itu diperlukan, karena adanya sikap penghargaan,
penghormatan,dan perlindungan tidak akan memberikan rasa aman, tetapi juga akan
mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau gairah untuk menghasilkan
karya-karya yang lebih besar, lebih baik dan lebih banyak. Hakekat pembangunan
nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, maka inplikasi dari
hakekattersebut adalah manusia Indonesia yang tidak menjadi sasaran obyek
pembangunan, tetapi sebenarnya menjadi pelaku pembangunan. Apapun tingkat dan
Kualitas kehidupan yang diningkan pada akhirnya tidak akan terlepas dari
tingkat dan kualitas manusia Indonesia sebagai pelaku atau pelakana
pembangunan. Dalam keadaan tersebut, bila etos pembangunan yang ditumbuhkan
adalah profesionalisme dan produktifitas, maka sikap pandang dan pernghargaan
pada profesi atau keahlian dan karya-karya yang dihasilkan dengan profesi atau
keahlian perlu ditingkatkan.
Berkaitan
dengan kreativitas tersebut, proses penciptaan suatu karya ciptadengan
sendirinya mendapatkan perhatian dari negara. Dibentuknya Undang-undang Hak
Cipta salah satunya bidang untuk mendorong dan melindungi pencipta dan
hasilkarya ciptaannya. Dengan demikian diharapkan penyebarluasan hasil kebudayandibidang
seni, sastra dan ilmu pengetahuan dapat dilindungi secara yuridis, yang pada
gilirannya dapat mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan berbangsa.
Dalam hal ini, termasuk dengan penciptaan lagu[6]
Penciptaan suatu lagu tentukan tidak dapat dilakukan oleh setiap orang, hanya
orang-orang yang mempunyai kemampuan dibidang itu saja yang dapat menciptakan
suatu karya cipta lagu. Melalui kemampuan dan keahliannya, seorang pencipta
lagu menghasilkan karya yang merupakan ekspresi pribadi dari olah pikiran dan
daya kreasinya. Negara memberikan penghargan terhadap para pencipta, karena
dalam menghasilkan suatu karya tidak
hanya membutuhkan kemampuan dan
keahlian, tetapi juga telah membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga bahkan dana.
Hasil karya cipta lagu tersebut dalam tahap lebih lanjut dimanfaatkan secara
komersial, maka terhadap pencipta diberikan perlindungan dari tindakan pihak
lain yang tanpa hak memanfaatkan karya ciptanya untuk tujuan komersial. Dengan
demikian hal itu diharapkan akan makin menumbuhkan sikap produktif bagi
pencipta untuk menghasilkan karya-karya cipta yang kesemuanaya tidak hanya
bermanfaat bagi kemajuan dirinya, namun juga kemakmuran Negara[7].
Perlindungan
dalam hal HKI lebih dominan pada perlindungan individual namun menyeimbangkan
kepentingan individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem HKI mendasarkan
pada prinsip sebagai berikut[8]:
1. Prinsip Keadilan ( the
principle of justice )
Pencipta
suatu karya, atau orang lain yang bekerjasama membuahkan hasil dari kemampuan
intelektualnya, wajar memperoleh imbalan, imbalan tersebut dapat berupa materi
maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi,dan diakui atas
hasil karyanya. Hukum memberikan perlindungan tersebut demi kepentingan
pencipta berupa suatu kekuasaan untuk berindak dalam rangka kepentingannya
tersebut, yang disebut hak. Setiap hak menurut hukum itu mempunyai title, yaitu
suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatnya hakitu pada pemiliknya.
Menyangkut hak kekayaan intelektual, maka peristiwa yang menjadi alasan
melekatnya itu adalah pencptaan yang mendasarkan atas kemampuan intelektualnya.
Perlindungan inipun tidak terbatas didalam negeri pemilik karyaintelektual itu
sendiri, melainkan juga dapat meliputi perlindungan diluar batas negaranya. Hal
itu karena hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk
melakukan (commission) atau tidak melakukan (omission) sesuatu perbuatan.
2. Prinsip Ekomomi ( the economic argument )
Hak Kekayan
Intelektual merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu
kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam
berbagai benntuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang
kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena sifatekonomis
manusia yang menjadikan hal iitu satu keharusan untuk menunjang kehidupannya
didalam masyarakat. Dengan demikian hak kekayan Intelektual merupakan suatu
bentuk kekayaan bagi pemiliknya. Dari kepemilikannya, seseorang akan
mendapatkan keuntungan, misalnya dalam bentuk pembayaran royalty rau tehnical fee.
3. Prinsip Kebudayaan ( the culture agrement )
Kita
mengkonsepkan bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk
memungkinkan hidup, selanjutnya dari karya itu pula akan timbul pula suatu
gerakan hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan
konsepsidemikian, maka pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahauan, seni dan
sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan
martabatmanusia. Selain itu juga akan memberikan manfaat bagi masyarakat,
bangsa dan negara. Pengakuan atas kreasi, karya, karsa, cipta manusia yang
dibakukan dalam sistem Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu usaha yang tidak
dapat dilepaskan sebagai perwujudan seni yang diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk
mendorong melahirkan ciptaan baru.
4. Prinsip Sosial ( the social agrement )
Hukum tidak
mengatur kepentingan mnusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, terlepas
dari manusia lain, akan tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga
masyarakat. Jadi manusia dalam hubungannyadengan manusia lain, yang sama-sama
terikat dalam satu ikatan
kemasyarakatan. Dengan demikian hak apapun yang diakui oleh hukum, dan
diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan itu saja, akan tetapi
pemberian hak kepada perseorangan atau persekutuan itu diberikan dan diakui
oleh hukum. Oleh karena dengan diberikanya hak tersebut kepada perseorangan
atau persekutuan itu, kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi.
Sistem
perlindungan Hak Cipta yang baik mensyaratkan terpenuhinya minimal 5 ( lima ) komponen utama, yaitu
diantaranya[9]
1.
Perangkat hukum ( legalisasi
) yang memadai.
2.
Lembaga penyelenggara
administrasi Hak Cipta yang “ well-organized”
3.
Lembaga penegak hukum dengan
personil yang berintegritas tinggi serta“knowledgeable”
4.
Asosiasi-asosiasi para
pemilik Hak Cipta, termasuk lembaga pengumpul royalty, intuisi pendidikan,
konsultan HKI yang memiliki concern akan pengembangan HKI; dan
5.
Masyarakat umum yang
berkesadaran hukum HKI.
Pada
dasarnya Undang-undang RI Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta mengatur bahwa
Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya atau memberikan izin untuk itu dengan
tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Pengertian Hak eksklusif ini adalah hak yang hanya dimikili oleh
pencipta saja, tidak diberikan pada orang lain diluar pencipta. Orang lain yang
ingin mempergunakan hak eksklusif tersebut wajib meminta ijin kepada
pencipta.Izin inilah yang dinamakan lisensi.
Hak
eksklusif ini dapat berupa hak untuk memperbanyak atau hak untuk mengumumkan
suatu ciptaan. Pengertian pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran,
penjualan, pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apaun, termasuk media
internet, atau melakukan dengan cara apapun sehingga suatu ciptaan dapat
dibaca, didengar, dilihat atau didengar oleh orang lain. Berkaitan dengan
penulisan karya tulis ini, tindakan pengumuman inilah yang menjadi landasan
penting atas timbulnya hak untuk memungut royalti atas pengumuman suatu lagu.
Apabila para pengguna lagu misalkan: pengelola plaza, restoran, karaoke,
pesawat terbang, hotel, bahkan rumah sakit memutar suatu lagudalam menjalankan
bisnisnya, maka tindakan memutar lagu tersebut adalah tindakan yang dapat
digolongkan sebagai pengumuman. Untuk itu, patutlah apabila mereka memninta
ijin kepada pencipta lagu sebelum melakukan pengumuman tersebut. Pasal 45 ay (
1 ) Undang-undang Hak Cipta menyatakan bahwa ;
“ Pemegang
Hak Cipta berhak memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2”.
Perjanjian
lisensi ini disertai dengan kewajiban pemberian royalty kepada pemegang Hak
Cipta oleh penerima lisensi. Besarnya jumlah royalty yang wajib
dibayarkankepada pemegang hak Cipta oleh penerima lisensi adalah berdasarkan
kesepakatan kedua belah pihak dengan berpedoman kepada kesepakatan rganisasi
profesi[10].
Organisasi
profesi yang dikenal sebagai lembaga untuk mengumpulkan royalty bagi para
pencipta lagu adalah YKCI (Yayasan Karya Cipta Indonesia). YKCI sebagai badan
hukum Nirlaba berbentuk Yayasan adalah suatu colletivesociety, pemegang hak cipta musik dan lagu dan
karenanya berwenang untuk mengelola hak-hak eksklusif para pencipta musik dan
lagu, baik dalam maupun luar negeri, khususnya yang berkaitan dengan hak
ekonomi ntuk mengumumkan karya cipta musik dan lagu bersangkutan, termasuk dan
tidak terkecuali untuk memberikan izin atau lisensi pengumuman kepada semua
pihak yang mempergunakannya untuk usaha-usaha yang berkaitan dengan kegiatan
komersial dan atau untuk setiap kepentingan yang berkaitan dengan tujuan
komersial serta memungut royalti sebagai konsekwesi hukumnya.
Hak ekonomi
dimaksud adalah hak yang dimiliki seorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan
ekonomis atas ciptaannya berupa uangyang lazim disebut dengan royalti[11].
Kewenangan
YKCI sebagai pemegang Hak Cipta lagu dan musik berwenang mengelola hak
eksekutif para pencipta didasarkan kepada Undang-undang RI no 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta, Perjanjian dan Kuasa Pencipta Indonesia, Perjanjian
Resiprokal dengan organisasi sejenis di lebih 100 negara. Diakui bahwa YKCI
merupakan satusatunya pemegang Hak Cipta lagu dan musik asing di Indoesia.
Selain itu
YKCI juga anggota dari organisasi internasional bidang perlindungan terhadap
Hak Cipta, yaitu The
International Confederation of Societes of Authors and Composers (CISAC) di
Paris. YKCI terbentuk pada sekitar tahun 1986 – 1987 sewaktu Walter simanjutak
(Wakil Ditjen HKI) mengadiri peringatan 1 (satu) Abad Konvensi Bern di NewDelhi
dan mengundang representative organisasi induk Hak mengumumkan sedunia CISAC
datang ke Jakarta untuk menjajaki pembentukan OMK, berdiskusi dengan tokoh
musik Indonesia yaitu Enteng Tanamal, Rinto Harahap, TB Sadikin Zuchra, Paul
Hutabarat, dan A Riyanto. Diskusi secara intensif dilanjutkan oleh CEO Buma
yang disambut antusias oleh Tim Kepres no 34 tahun 1986 yaitu Murdiono dan
Bambang Kesowo. Tahun 1987 PAPPRI didirikan menjadi tempat persiapan.
Beberapa
tokoh penting lagi terlibat, yaitu Chandra Darusman, Dimas wahab, Titiek Puspa,
Guruh Soekarnoputro dan Taufik Hidayat, nama-nama yang disebut kemudian menjadi
pendiri YKCI[12]. Tahun 1990, OMK Indonesia
resmi berdiri dengan nama YKCI. Tahun 1991, YKCI menerima kuasa Hak Mengumumkan
dari seluruh pencipta asing di seluruh dunia yang tergabung dalam CISAC. Hadir
dalam inagurasi YKCI, disamping Buma/ Stemra adalah CEO dari siter societies
yaitu ASCAP dan BMI (USA), PRS (UK), JASRAC (Jepang), APRA (Aus), COMPAS
(Sing), MACP (Mal), dan lain- lain. Secara paralel, YKCI juga memerima kuasa
dari para pencipta lagu Indonesia ternama. Tahun 1992, 14 bulan setelah
memperoleh kuasa lokal dan internasional, YKCI mendistribusikan royalty untuk
pertama kalinya. Royalti diperoleh dari para pionir pengguna,yaitu TVRI, RRI,
Garuda Indonesia, serta berbagai hotel, restoran, kafe, dan karaoke.
Selanjutnya YKCI setiap tahunnyatidak pernah absen dalam mendistribusikan royalty.
Tahun1993, setelah sukses mengelola “ Hak Mengumumkan”, YKCi mulai mengelola “
Hak Memperbanyak “. Tahun 2001, atas konsistensi prestasi yang dicapai YKCI,
CISAC menaikkan status YKCI menjadi “anggota penuh”[13].
Lisensi
YKCI adalah ijin untuk mengumumkan atau memperbanyak lagu milik pemegang Hak
Cipta Indonesia dan asing yang dikelola oleh YKCI. Lisensi YKCI menghindarkan
para pengguna dari kewajiban mencari, meminta ijin,bernegosiasi dan membayar
royalti kepada pemegang Hak Cipta satu persatu. Lisensi hak mengumumkan
diberikan untuk dan memainkan seluruh repertoire yang dikelola YKCI, yaitu
jutaan lagu sedunia dalamsatu paket. Ijin tidak diberikan lagu per lagu.
Pembayaran royalti dilakukan dimuka, sesuai dengan konsep umum perijinan.
Pengguna tinggal melaporkan repertoire yang dipergunakan kepada YKCI. Lisensi
Hak memperbanyak dipergunakan untuk ijin per lagu dan penentuan tarif
berdasarkan, resentase penjualan rekaman lagu kedalam pita kaset, CD, VCD, dan
DVD. Manfaat lisensi YKCI bagi pengguna adalah sebagai akses untuk
memperdengarkan berbagai jenis dan bentuk musik yang yang diperlukan untuk
memberi kenyamanan pada kosumen sehingga menambah nilai ekonomi kegiatan usaha.
Pengguna juga terjamin dari segala tuntutan
dan / atau gugatan dari pemegang Hak Cipta yang dikelola YKCI.
YKCI sering
mengeluhkan beberapa permasalahan mengapa pendapatan dari memungut royalti
jumlahnya kecil dibandingkan dengan besarnya pengguna atas karya cipta musik /
lagu. Akan tetapi dipihak lain, para pengguna juga kerap merasakan ketidakadilan dlam pemungutan
royalti ini. Belum lagi cukup banyaknya keluhan masyarakat akan penarikan
royalti oleh YKCI ini dan ditujukan kepada Direktorat Jenderal HKI. Selama ini,
Direktorat Jenderal HKI menganggap urusan penarikan royalti adalah masalah
keperdatan ( terkait dengan lisensi ) yang sebaiknya dilakuakan penyelesaian
secara musyawarah. Artinya bahwa Direktorat Jenderal HKI tidak cukup merasa
memiliki kewenangan untuk menyelesaikanmasalah-masalah pemungutan royalti ini.
Ketidakmengertian
dari masyarakat terhadap penarikan royalti yang tentu saja berimplikasi hukum
terhadap mereka, hambatan-hambatan YKCI dalam usahan melindungi kepentingan
pencipta, serta kurang maksimalnya peran pemerintah serta bagaimana tujuan
kedepan yang sebaiknya diambil oleh pemerintah dalam menyikapi hal ini akan
menjadi kajian dalam penulisan skripsi ini.
B. Identifikasi Masalah
Dalam
penulisan skripsi ini penulis menguraikan tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta Kaitannya dengan Pemungutan Royalti Lagu untuk kepentingan Komersil.
1.
Apakah implementasi
pemungutan royalty lagu untuk kepentingan komersil di kota Jakarta, dan juga
hambatan-hambatan yang ada serta upayapenyelesaiannya?
2.
Apakah kedudukan hukum bagi
pencipta lagu, YKCI dan pengguna lagu
dalam pemungutan royalty tersebut?
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan
uraian tersebut diatas selanjutnya pada bagian ini akan dipaparkan beberapa
pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Beberapa pokok
permasalahan tersebut adalah :
1.
Bagaimana implementasi
pemungutan royalti lagu untuk kepentingan komersial di kota Jakarta, dan
hambatan-hambatan yang ada serta upaya penyelesaiannya.
2.
Bagaimanakah kedudukan hukum
pencipta lagu, YKCI dan pengguna lagu
dalam pemungutan royalti ?
D. Tujuan Dan Manfaat Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai
melalui penelitian ini adalah :
1.
untuk mendapatkan gambaran
mengenai implementasi pemungutan royalty lagu untuk kepentingan komersial di
Semarang hingga saat ini, termasuk kendala yang ditemui serta bagaimana
penyelesaiaanya.
2.
Untuk mengetahui dan
mendalami peranan Undang-undang Hak cipta
terhadap kedudukan hukum pencipta lagu, YKCI dan pengguna lagu dan
musik, serta upaya sosialisasi pemerintah kepada pemerintah kepada masyarakat
akan pentingnya menghormati karya cipta orang lain.
Selanjutnya harapkan
penelitian ini bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut :
1.
Secara teoritis menjadikan
sumbangan dalam mengkaji dan mengembangkan pengetahuan hukum khususnya dibidang
Hak Cipta berupa kebijakan pemerintah terhadap implementasi pemungutan royalti
yang dilakukan oleh YKCI.
2.
Secara praktis, penelitian
ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran bagi pemegang policy di instansi pemerintah (Ditjen
HKI,Kepolisian, Kejaksaan ) dan lembaga Yudikatif serta di intansi swasta (YKCI
juga para pengguna musik / lagu ) mengenai bagaimana implementasi Hak memungut
royalty lagu untuk kepentingan komersial oleh YKCI yang menjamin hak para
pencipta, memiliki rasa keadilan bagi pengguna serta memberi dampak positif
bagi bangsa Indonesia.
E. Kerangka Teori
Didalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud,
Rasulullah SAW. Bersabda yang artinya : “Rasulullah SAW. Bersabda bahwa Allah
SWT telah berfirman : Saya adalah pihak ketiga dari dua orang yang membuat
perjanjian persekutuan selama tidak menghianati pihak lainnya, dan jika salah
satunya berkhianat saya keluar dari persekutuan itu”[14]
Sedangkan dalam hadist yang lain dan diriwayatkan Mutthaafaq Allaih, Nabi
Muhammad SAW bersabda yang artinya : “Rasullah SAW telah bersabda : Maka orang
yang terbaik diantara kamu ialah orang yang yang paling bagus menunaikan
janjinya dan membayarkan hutangnya ”[15]
Pengertian perjanjian menurut R. Subekti, S.H., bahwa perjanjian adalah
salah satu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, lalu dari peristiwa
inilah kemudian timbul suatu hbungan antara dua orang itu yang dinamakan
perikatan tadi. Maka perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua
orang yang membuatnya dan dalam bentuk perjanjian itu merupakan suatu rangkaian
yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis” [16]
Menurut pendapat Molengraff bahwa: “Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan
secara terus menerus, bertindak keluar untuk mendapatkan penghasilan, dengan
cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-barang atau mengadakan
perjanjian-perjanjian perdagangan”.
Berdasarkan
pendapat organisasi dunia atau WIPO ( World Intelektual Property Organization ) “ Copy Right is legal from describing right given to creator for their
literary and artistic works” Yang artinya hak cipta adalah terminology
hukum yang menggambarkan hak-hak yang
diberikan kepada pencipta untuk karya-karya mereka dalam bidang seni dan
sastra.
Sementara
J. S. T Simorangkir, berpendapat bahwa hak cipta adalah hak tunggal dari pencipta, atau
hak dari pada yang mendapat hak tersebut atas hasil ciptaannya dalam lapangan
kasusasteraan, pengetahuan, dan kesenian. Untuk mengumumkan dan memperbanyaknya,
dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh Undang-undang.
Imam Trijono berpendapat
bahwa hak cipta mempunyai arti tidak saja si pencipta dan hasil ciptaannya yang
mendapat perlindungan hukum, akan tetapi juga perluasan ini memberikan
perlindungan kepada yang diberi kepada yang diberi kuasapun kepada pihak yang
menerbitkan terjemah daripada karya yang dilindungi oleh perjanjian ini.
Menurut J.Satrio perjanjian
dapat mempunyai dua arti yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas suatu
perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagai yang
dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan, perjanjian kawin,
dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada
hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang
dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
Sedangkan menurut Pitlo perikatan didefinisikan sebagai
suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih
atas dasar mana pihak yang satu berhak dan pihak yang lain berkewajiban atas
suatu prestasi.
F. Metodologi Penelitian
Dalam
penyusunan skripsi ini, menggunakan metode penelitian :
1.
Metode
penelitian kepustakaan (Library Reseach)
Yaitu
dengan membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan penulisan
skripsi ini, juga penulisan ilmiah,peraturan, undang-undang dan sebagainya.
2.
Metode
penelitian lapangan (Field Reseach)
Yaitu
dengan jalan melakukan penelitian langsung
pada Yayasan Karya Cipta Indonesia dan perpustakaan dengan pendekatan
empiris.
3.
Data
dan Sumber data
Data
yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari :
a. Bahan hukum primer yaitu ketentuan-ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang
mempunyai kekuatan hukum mengikat, baik peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik
Indonesia maupun peraturan yang diterbitkan oleh Negara lain dan bahan-bahan
internasional.
b.
Bahan Sekunder yaitu bahan-bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa dan memahami bahan hokum primer.
c.
Bahan
hukum tertier yaitu bahan-bahan hokum yang memberikan informasi dan
penjelasan mengenai bahan hokum primer dan sekunder.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini
terdiri dari 5 ( lima ) bab, tidak termasuk kata pengantar, daftar pustaka,
maupun lampiran, yaitu :
BAB I. PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan berisi
uraian tentang latar belakang masalah yang merupakan fokus penulisan kemudian
diidentifikasi permaslahan yang diungkap, kerangka teori yang akan dipakai
sebagai alat untuk pemecahan permasalahan. Selanjutnya dikemukakan metode yang
digunakan dalam penulisan ini serta berturut-turut dikemukakan mengenai tujuan
dan manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Membahas mengenai
perundang-undangan yang mengatur mengenai masalah Hak Cipta, yaitu data
sekunder berupa UU no 19 tahun 2002 tentang HakCipta pengarus trety
internasional seperti WCT ( WIPO Copyright Trety ). Pembahasan mengenai
permasalahan Hak Cipta serta aspek dari hak ekseklusif yang didapat pencipta
berupa Hak ntuk mengumumkan suatu lagu. Hubungan-hubungan hukum yang kerap terjadi dalam eksploitasi
hak mengumumkan antara pencipta, YKCI selaku penerima kuasa serta User (
pengguna ). Disajikan juga perbandingan sistem ini dinegara-negara lain yang
telah mapan sistem penarikan royaltynya.
BAB III METODE
PENELITIAN
Dalam bab ini diuraaikan
mengenai pendekatan yang di digunakan dalam penelitian yaitu metode yuridis
empiris, serta diuraikan mengenai spesifikasi penelitian, lokasi penelitian,
tehnik pengumpulan data, analisa data, tehnik penyajian data.
BAB IV HASIL PENELITIAN
DAN PEMBAHASAN
Dalam bab
ini berisi tentang hasil penelitian dan pembasan disajikan tidak secara
terpisah melainkan menjadi satu, yakni mengenai tehnis pemungutan royalty oleh
YKCI kepada pengguna termasuk mengenai aturan penghitungan royalti. Dan juga
menjawab tentang permasalahan yang tinbul. Dan kesemuanya ini berdasarkan
tinjauan pustaka yang dimuat dalam Bab II
BAB V PENUTUP
Merupakan
bab penutup yang berisi tentang kesimpulan penulis berdasarkan pembahasan dari
hasil penelitian yang dilaksanakan dan berisi saran-saran yang berupa sumbangan
pemikiran yang bersumber dari kesimpulan yang terutama dari pemungutan royalti
lagu untuk kepentingan komersial.
DAFTAR
PUSTAKA
Amirudin, dkk, Pengantar
Metode Peneltian Hukum, PT Grafindo, Jakarta 2004
Agus Riswanda,
Budi. Hukum Cyberspace, Gitanagari, Jogyakarta 2006.
Atmadja, Hendra
Tanu, Hak Cipta Musik atau Lagu, Universitas Indonesia,
Jakarta 2003.
Azed, Abdul
Bari. Perkembangan Kebijakan Sistem HKI Sebuah Tantangan Dalam menghadapi
Sistim HKI Global, disampaikan di Medan, 2003.
Budi Maulana,
Insan .Bianglala HaKI, PT Hecca Mitra Utama, Jakarta 2005.
Bainbridge,DavidI.
Intellectual Property, London, British Library Cataloguing,1999.
Correa, Carlos
M. Implementing the TRIPs Agreement, Malaysia, utaprint,1998.
Chairijah,
Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual, BPHN, 2004.
Damian, Eddy
.Hukum Hak Cipta, PT Alumni, Bandung 2005.
Drabos, Peter, A
Philosophy of Intelektual Propert, Darmonth Publisihing, Singapura, 1986
Djumhana,
Muhamad dan R Djubaidiah Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung 2006.
Djumhana,
Muhamad dan R Djubaidiah, Hak Milik Intelektual , PT Citra Aditya Bakti,
Bandung 2006.
Fauza Mayana,
Ranti. Perlindungan Desain Industri di Indonesia Dalam Era
Perdagangan
Bebas, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2004.
Friedman,
Lawrence. American Law-an Introduction, terjemahan oleh Wishnu Basuki, PT
Tatanusa, Jakarta 2001.
Friedman,
Lawrence. The Legal Sistem: A Social Science Prespective, Russel Foundations,
1957
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang........................................................................................ 1
B.
Perumusan masalah................................................................................ 13
C.
Tujuan penelitian.................................................................................... 13
D.
Kegunaan penelitian............................................................................... 14
E.
Orisionalitas penelitian........................................................................... 14
F.
Sistematika penulisan............................................................................. 16
Daftar
pustaka
IMPLEMENTASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG HAK CIPTA KAITANNYA
DENGAN PEMUNGUTAN
ROYALTI LAGU UNTUK
KEPENTINGAN KOMERSIAL
( STUDI DI KOTA JAKARTA )
[1]
A.Zen
Umar Purba ,” Hak kekayaan Intelektual Pasca TRIPs”, cet 1 ( PT
Alumni Bndung, 2005 ) hal 2 menytakan : Pada putaran ke 8 Urugay Round,
disepakati bahwa Hak Kekayaan Intelektuan dapat berpengaruh pada perdagangan
international.Kesepakatan yang dihasilkan Urugay Round ini dituangkan dalam
seperangkat perjanjian multilateral WTO Agreement,dengan selesainya pembahasan
pada Urugay Round, negara-negara anggota menandatangani Final Act Embodying the
Results of the Urugay Round of Multilateral
Trade Negotiations tahun 1994 di Marrakesh, Maroko. Dengan
menandatangani Final Act ini,negara-negara penandatangan sepakat untuk juga
menandatangani Agreement Establishing The World Trade Organizations (WTO
Agreement ) beserta lampirannya. Ketentuan tentang HKI diatur dalam Annex IC
berjudul Agreement on Trade-Related Aspects of Intelektual Property Rihgts (
TRIPs Agreement ).
[2]
Eddy Damian dalam buku “ Hukum Hak Cipta “, cet 3,
PT. Alumni Bandung, hal. 111 menyatakan: Terminologi Hak Cipta pada mulanya
dikenal dengan dengan nama Hak Pengarang sesuai dengan terjemahan harfiah
bahasa Belanda Auteursecht. Istilah Hak Cipta Dimunculkan pada Kongres
Kebudayaan Indonesia
ke-2, Oktober 1951 di Bandung.
[3]
Indonesia, UUD 1945. aturan Peralihan Pasal 2 : Segala Badan Negara
dan peraturan yang ada masih berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-undang Dasar ini. Aturan Peralihan Pasal 2 ini telah diubah sesuai
dengan perubahan UUD 45 oleh MPR yang hingga kini telah dirubah sebanyak empat
kali
Abdul Bari azed, “Rangkaian
Kebijakan Direktorat Jendral HKI dalam Membangun Sistim HKI Nasional”,
makalah disampaikan pada pembukaan pelaqktihan konsultan HKI di UI Jakarta tgl
23 Juli 2005 menyatakan : “bahwa era saat ini adalah era HKI, bukan hanya
keikutsertaan Indonesia didalam pembetukan Badan Perdagangan Dunia (WTO), tapi
karena fenomena global yang bersentuhan dengan aspek hokum dan laju perekonomian
suatu negara. Dikehendaki atau tidak , disukaiatau tidak penolakan suatu Negara
untuk memperbaiki sistim HKInya atau lalai dalam menegakkan aspek perlindungan hukumnya, akan memiliki implikasi
dan aspek derivative yang sangat luas yang secara langsung akan berdampak buruk
pada laju pertumbuhan ekonomi suatu Negara
[5]
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Perundang-undangan RI
No. M.03.PR.07.10.tahun 2000 dan Persetujuan Menteri Negara Pemberdayan
Aparatur Negara dalam surat
no 24/M0/PAN//1/2000 istilah “ Hak Kekayaan Intelektual (
tanpa “atas”) telah resmi dipakai
[6]
Undang-undang no 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 12
[8]
Chairijah, Pelanggaran Hak Atas Kekayaan Intelektual,
2004, Proyek Penulisan Karya Ilmiah-BPHN-Dep Hukum dan HAM RI th
2004, hal 10
[10]
Undang-undang No 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta Lembaran Negara RI tahun 2002 nomor 85, Pasal 45 ay ( 4 ) ;
[11]
YKCI, Introduksi YKCI, hal 9
[12]
Ibid, hal. 16
[13]
Ibid. Hal. 18.
No comments:
Post a Comment